Waktu berlalu tanpa ku sadari, mengiringi setiap fase
kehidupanku dan menjadi saksi atas setiap penggallan kisah hidup ini.
Rasanya baru kemarin mengenakan seragam putih merah, bermain lepas bersama
teman sejawat di kebun, di sawah bak seorang petualang, tak ada beban yang ada
hanyalah tawa.
Kemudian aku mulai mengenakan seragam putih biru. Disinilah
hal-hal baru mulai kutemukan. Kebiasaan berpetualang mulai luntur berganti
dengan kebiasaan mengurung diri di kamar dan sibuk dengan berjuta cerita yang
terangkum dalam buku diary, hahaha rasanya agak geli mengingat masa itu. Dalam
buku bersampul biru muda dan tertulis “my diary” itu hanya terdapat tiga cerita
utama, cerita tentang keluarga, cerita tentang persahabatan dan yang tidak bisa
dipungkiri adalah cerita tentang percintaan. Seragam putih biru menjadi kali
pertama aku mengenal persahabatan yang sesungguhnya. Seorang sahabat yang
sampai sekarang masih saling berbagi satu sama lain walaupun dia yang disana
sudah berpredikat nyonya sekaligus ibu dari anak semata wayangnya.
Tiga tahun dengan seragam putih biru akhirnya berganti
dengan putih abu-abu. Fase awal kedewasaan dimulai. Aku melanjutkan studi di
luar kota sehingga memaksaku harus hidup merantau atau banyak disebut hidup
ngekos. Banyak suka duka saat pertama kali merasakan kehidupan kos, tapi yang
terlukis di ingatan hanyalah saat-saat indah dengan berbagai kisah di dunia kos
yang sangat fantastic. Aku merasa teman-taman kos sudah seperti saudara kandung.
Melewati waktu hampir 24jam bersama selama 3 tahun sudah pastilah banyak kisah
yang tercipta. Berjuang bersama, kadang terpuruk, kemudian mulai bangkit, terselip
tawa, walau kadang tergores luka yang terselimuti oleh tangisan dan akhirnya
waktu pula yang memaksa kita harus berpisah mengantarkan kita ke arah jalan
hidup masing-masing menuju masa depan yang indah tentunya. “Teman yang
terhanyut arus waktu, mekar mendewasa, masih ku simpan suara tawa kita.
Kembalilah sahabat lawasku, semarakkan keheningan lubuk. Hingga masih bisa
kurangkul kalian sosok yang mengaliri cawan hidupku. Bilakah kita menangis
bersama tegar melawan tempaan semangatmu itu, oh jingga…………”
Setelah 9 tahun menjalani studi dengan seragam sampai
saatnya aku melanjutkan studi tanpa harus menggunakannya. Aku masuk ke jurusan
yang aku sendiri sampai sekarang masih bertanya-tanya. Tapi itulah kehidupan,
kadang keputusan yang kita ambil tanpa kita sadari. Awalnya sempat menumpuk
penyesalan dalam hati tapi pada akhirnya aku menyadari bahwa setiap jalan hidup
yang digariskan Allah SWT adalah yang terbaik bagi kita dan pastilah selalu ada
hikmah di balik itu semua. Dari sini aku menghadapi berbagai masalah yang
justru membuat aku semakin mengerti kehidupan. Bahwasannya kehidupan
sesungguhnya, tidak selalu berjalan lurus, kadang kita harus berbelok-belok
untuk mencapai sebuah tujuan.
Aku melanjutkan studi lagi, beda jurusan tapi masih
berhubungan. Masa studi 2 tahun ternyata cukup singkat untuk dijalani. Waktu
itu aku harus hidup merantau seperti halnya waktu aku masih mengenakan seragam
putih abu-abu dan saat pertama kalinya aku menanggalkan seragamku. Aku merantau
di kota lain dan tentunya aku menemukan teman lain yang pada akhirnya mereka
menjadi sahabat yang tak terlupakan. Kebersamaan kami memang singkat tapi sudah
berjuta permasalahan pelik kami lewati bersama. Cobaan untuk menuju kedewasaan
benar-benar teruji saat itu. Setiap permasalahan yang kita hadapi menuntut kami
untuk bisa berfikir dewasa. Semuanya kami hadapi bersama. Tawa, tangis,
bahagia, sedih, sudah hal yang wajar kami hadapi bersama. Mungkin itulah yang
membuat aku dan ketiga temanku semakin merasa saling memiliki. Dan lagi, waktu
harus memisahkan kebersamaan kami. Rasa kehilangan itu sangat terasa pada
awal-awal perpisahan. Kerinduan akan kebersaan itu sudah pasti menjadi sedikit
goresan luka dalam hati saat menyadari bahwa untuk bersama lagi seperti dahulu
adalah hal yang sulit terjadi. Kehilangan kalian adalah keadaan yang sungguh
tidak menyenangkan. Miss u all pren….
Akhirnya aku telah menyelesaikan perjuanganku di bangku
sekolah. Kini saatnya aku memasuki dunia sesungguhnya, dunia kerja. Aku
menemukan sebuah lingkungan kerja yang sangat menghibur. Baru sebentar aku
berbaur di lingkungan itu aku sudah merasakan indahnya kebersamaan. Mengenal teman
kerja dengan karakter masing-masing tampaknya menjadi sebuah pengalaman yang
sangat seru. Tapi perpisahan lagi-lagi menjadi hal menyakitkan yang harus
dihadapi. Aku harus berpisah dengan sebagian dari mereka. Menyedihkan tapi
itulah yang terjadi.
Sampai saat ini aku tak bisa mengerti mengapa selalu ada
perpisahan…
Sangat menyakitkan tapi itu selalu terjadi…
Jika kita renungi bersama kita selalu merasakan
perpisahan dengan sahabat kita, kemudian kita menemukan dunia baru dan
mendapatkan sahabat baru. Tapi haruskah dengan perpisahan untuk kita
mendapatkan sahabat baru?????
Kita ambil hikmahnya saja, perpisahan dengan sahabat lama
dan pertemuan dengan sahabat baru bukan berarti kita akan melupakan sahabat
lama bukan??? Anggap saja perpisahan hanyalah sebagai pemisah ruang dan waktu antara
kita, tapi dalam hati kita, setiap sahabat dalam setiap fase hidup kita akan
selalu terukir indah dalam hati.
Sahabat,,, terima kasih atas semua kisah indah yang kita
jalani bersama…..
I miss you all and we will be together next time… That’s
will become true… I believe that…
To all my friends in my life